Posted by : Unknown Friday, December 6, 2013


Belum ditayangkan, film terbaru garapan Hanung Bramantyo, Soekarno: Indonesia Merdeka, sudah menuai protes. Kali ini, protes datang dari Rachmawati Soekarnoputri, salah satu putri dari Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno

Rachmawati menilai film yang dibintangi aktor Ario Bayu itu tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya sebagai penggagas film tersebut. Rachmawati pun melayangkan protes dan meminta produser tak menayangkannya di bioskop-bioskop.

Rachmawati menjelaskan, film Soekarno: Indonesia Merdeka merupakan buah dari idenya, yang sempat disampaikan kepada Hanung. Dari perkenalan itu, Hanung lantas memperkenalkannya kepada Ram Punjabi agar bisa merealisasikan ide filmnya itu.

"Hanung bilang, 'Mau tidak diperkenalkan dengan seorang produser yang sudah lama berkecimpung di bidang perfilman?' Saya bilang, 'Enggak ada salahnya. Siapa produsernya?' Enggak lama kemudian, ternyata dia ingin pertemukan saya dengan Ram," cerita Rachmawati saat jumpa pers di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (13/9/2013).

Dari pertemuan itu, kesepakatan muncul. Rachmawati setuju Soekarno difilmkan dengan syarat-syarat tertentu. Di antaranya, Rachmawati ingin sosok pemeran utama yang memerankan Soekarno ditentukan olehnya. Ia juga meminta agar dilibatkan secara maksimal untuk mendampingi setiap adegan agar gesture Soekarno tetap mirip dari apa yang diketahuinya.

Namun, Rachmawati menyebut kedua syarat itu tidak dipenuhi oleh Ram dan Hanung. Keduanya, lanjut Rachmawati, justru menjatuhkan pilihan untuk bintang utamanya kepada aktor Ario Bayu.
Hal lain yang kurang sreg tentu saja karena Hanung tak mungkin bisa menghadirkan sosok Soekarno secara utuh. "Hanung kan hanya men-direct, bagaimana (mengetahui) gesture Soekarno, Hanung kan belum ketemu," lanjut Rachmawati.

Merasa tak sejalan, Rachmawati pun memutuskan mundur dari produksi. Ram Punjabi mengamininya.

Menurut Rachmawati, ketika dirinya mundur, sudah seharusnya produksi film pun ikut dihentikan. "Dengan dilayangkannya jawaban surat saya, MVP setuju batalkan kontrak. Nah, ini kan subyek di sebuah perjanjian kerja sama. Obyeknya, film itu. Produksinya aja sudah enggak cocok, harusnya break. Filmnya selesai, distop," tegas Rachmawati.

Faktanya, produksi terus berlanjut dan Soekarno: Indonesia Merdeka siap tayang. Inilah yang membuat pihaknya keberatan. 

Rachmawati meminta pihak produser untuk tidak memutarnya ke masyarakat luas.


Dibuat dalam Dua Versi
Ternyata akan ada dua versi yang dibuat untuk film Soekarno di bawah bendera Multivision ini, yaitu versi nasional dan versi festival. "Sosok Bung Karno kan mendunia. Sekarang aja udah ada yang minta di beberapa festival," ungkap Hanung saat ditemui di kawasan fX Lifestyle X`nter, Senayan, Jakarta, Jum`at (15/11/2013).


Perbedaan antara kedua versi Soekarno: Indonesia Merdeka tersebut dijelaskan Hanung terletak dari pernyataannya yang jelas. Sebuah film dan setiap festival harus memiliki pernyataan (statement) yang jelas. Meski harus diakui, di Indonesia penonton masih melihat film sebagai sebuah hiburan dan pernyataan sutradara tak diperhatikan. Di film Tanda Tanya, misalnya Hanung menyebut idenya adalah pluralitas.

Untuk film yang lebih komersial maka pernyataannya biasa dihilangkan dan lebih mengunggulkan kisah cinta atau konfliknya.  Dalam film Soekarno versi nasional, pernyataannya berkisar tentang Soekarno sebagai pahlawan. Namun berbeda dengan versi festivalnya. "Soekarno as a hero, ketika diputar di Prancis atau Belanda, memang relate dengan hero mereka? Maka statement (versi festival) diubah jadi Soekarno adalah seorang laki-laki yang memerdekakan Indonesia," jelas sutradara 38 tahun ini.

Tentunya perbedaan pernyataan tersebut akan muncul dengan perbedaan beberapa adegan. Sutradara yang juga bermain di film Habibie & Ainun ini menjelaskan lebih lanjut, versi festival lebih mengutamakan pernyataan ketimbang bumbu romantis dan konflik. Ia memotret Soekarno dari sisi yang menarik untuk diapresiasi.

Hanung juga mengambil contoh sosok seperti Evita Peron, yang dilihat masyarakat luar sebagai pelacur yang menjadi istri presiden, sementara di Argentina hal itu tabu disebut demikian. "Ini permintaan dari saya. Kalau produser permintaannya secara bisnis. Kalau saya sebagai kreator, saya butuh statement saya dihargai," imbuhnya.

Dengan adanya dua versi diharapkan penonton film ini bisa menjadi lebih luas dan diapresiasi tidak hanya di Indonesia. Meski di Indonesia sosok Bung Karno sering dianggap sosok yang dikultuskan dan sulit menampilkan sisi apa adanya dari presiden RI pertama itu, untuk yang versi festival justru akan menunjukkan sisi kemanusiaan yang menarik untuk penonton festival.

"Untuk menampilkan Soekarno as a hero, harus lebih banyak kelebihan. Versi Indonesia harus dramatis dan ada slow motionnya saat proklamasi. Kalau di festival nggak bisa menampilkan sosok yang sangat clean,  orang luar justru ingin lihat cerita Soekarno dan istri-istrinya. Cukup Soekarno berhasil mengupayakan proklamasi, lalu endingnya dengan teks," jelasnya.

Versi festival dari film Soekarno Indonesia Merdeka diperkirakan akan lebih singkat yaitu sekitar 80 menit. Kini film tersebut sedang dalam tahap editing musik. Dana untuk penambahan syuting jika diperlukan bagi versi festival bahkan bakal diusahakan sendiri oleh Hanung jika dibutuhkan. Rencananya film versi festival akan dibawa ke Belanda dan Jepang.

Sumber: Berbagai Sumber

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Blogger templates

Blog Archive

- Copyright © StubBrne -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -